Istilah inkulturasi dipakai oleh Magisterium Gereja
dan mendefinisikannya yaitu penjelmaan injil di dalam kebudayaan pribumi dan
masuknya kebudayaan dalam hidup Gereja. Inkulturasi berarti perubahan batin
dari nilai-nilai budaya pribumi melalui pengintegrasian nilai tersebut ke dalam
agama Kristen serta melalui penanaman agama Kristen di dalam pelbagai
kebudaya
Istilah inkulturasi muncul dengan berpangkal dari
konsep antropologi enkulturasi (penyesuaian
diri seorang pribadi manusia ke dalam suatu budaya tertertu, agar menjadi
bagian budaya itu) dan akulturasi(perjumpaan
antar budaya dan penerimaan unsur-unsur budaya dari suatu budaya asing).
Inkulturasi menunjuk suatu proses permanen, dimana Injul diungkapkan ke dalam
suatu Sosio-politik dan religious-kultural sehingga injil itu tidak hanya
terungkapkan melalui unsur-unsur situasi itu melainkan Injil itu menjadi daya
dan kekuatan yang mengilhami, membentuk dan merubah atau mentranformasikan
situasi tersebut.
Untuk memahami dan mengerti secara lebih
mendalam tentang inkulturasi, sudah ada beberapa pakar yang berusaha merumuskan
mengenai inkulturasi, antara lain "Inkulturasi
Gerejani adalah integrasi pengalaman gereja lokal ke dalam
kebudayaan-kebudayaan masyarakatnya sedemikian rupa, sehingga pengalaman itu
tidak hanya mengungkapkan diri melalui unsur-unsur kebudayaannya sendiri,
bahkan menjadi kekuatan yang
menyemangati, mengarahkan dan memperbaharui kebudayaan tersebut sehingga
menciptakan persatuan dan kesatuan, bukan saja dalam kebudayaan yang
bersangkutan, tetapi juga sebagai sesuatu yang memperkaya gereja" (A.
Roest Crollius S.J)
Prier (1995:5)
menyebutkan bahwa tahap-tahap inkulturasi dibagi dalam beberapa tahap:
a. Tahap
terjemahan; syair lagu dari bahasa asing diterjemahkan dalam bahasa indonesia
dan atau bahasa daerah dengan dipertanyakanya lagu asli. Pada tahap ini proses
inkulturasi belum dimulai; terjemahan hanya merupakan suatu pendahuluan untuk
inkulturasi.
b. Tahap
perpindahan ; sebuah lagu daerah diambil alih begitu saja dengan diganti
syairnya. Usaha ini baik namun hasilnya kurang baik. Malah dapat menimbulkan
banyak kesulitan karena fungsi benda kebudayaan yang dipindah itu tetap sama
seperti semula sehingga terjadi perpindahan lahiriah saja.
c. Tahap
penyesuaian; Dalam tahap ini unsur kebudayaan disesuaikan dengan tempat/ perana
baru dalam ibadah; ia mengalami suatu perubahan. Dalam tahap ini fungsi asli
unsur kebudayaan ikut dipikirkan dan dicarikan fungsi yang sesuai dalam ibadah.
d. Tahap
kreasi baru; Dalam tahap ini suatu unsur kebudayaan tidak diambil alih atau
disesuaikan, tetapi diciptakan suatu unsur baru khusus untuk ibadah berdasarkan
kebudayaan setempat.
Untuk
melaksanakan inkulturasi secara baik harus selektif karena, tidak semua unsur
budaya dipakai dalam liturgi. Semua yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
inkulturasi dapat menentukan unsur-unsur yang menjadi bagian dari kebudayaan
dapat diangkat ke dalam liturgi agar tidak membahayakan dengan menimbulkan
akibat negatif terhadap iman dan devosi kepada
Tuhan. Maka perlu juga adanya sikap luwes atau fleksibel yaitu dialog
dan kerja sama yang baik dengan umat setempat dalam mengusahakan inkulturasi.
Harus disadari pula bahwa inkulturasi dilaksanakan secara cermat dan bertahap
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusHoras bang,
BalasHapusMau bertanya jika musik tradisional kita bawa ke dalam peribadahan, namanya "inkulturasi" atau "enkulturasi" atau "akulturasi" bang? Terima kasih ya bang 😊